Rabu, 28 Agustus 2024

Benteng Indra Patra: Saksi Bisu Peradaban Aceh

Foto : Goegle 

Benteng Indra Patra: Saksi Bisu Peradaban Aceh

Benteng Indra Patra merupakan salah satu situs bersejarah paling penting di Aceh. Benteng ini bukan hanya sekadar bangunan kuno, melainkan juga menyimpan kisah panjang peradaban Aceh yang kaya akan dinamika sejarah.

Indra Patra terdiri dari sebuah benteng utama berukuran 4.900 meter persegi dan tiga benteng lain yang dua di antaranya telah hancur. Situs arkeologi ini didirikan sekitar tahun 604 M oleh Putra Raja Harsya yang berkuasa di India, yang melarikan diri dari kejaran Bangsa Huna. Keberadaan benteng ini menjadi peninggalan sejarah mengenai proses masuknya pengaruh Hindu dari India ke Aceh. Diperkirakan pada saat itu, Kerajaan Hindu, Lamuri, mulai berkembang di daerah Pesisir Utara Aceh Besar. Benteng ini merupakan satu dari tiga benteng yang menjadi penanda wilayah segitiga kerajaan Hindu Aceh, yaitu Indra Patra, Indra Puri dan Indra Purwa.

Asal-usul dan Fungsi Awal

  • Zaman Kerajaan Lamuri: Benteng ini diperkirakan dibangun pada abad ke-7 Masehi, pada masa Kerajaan Lamuri berdiri. Kerajaan Lamuri merupakan kerajaan Hindu-Buddha yang pernah menguasai wilayah Aceh.
  • Fungsi Pertahanan: Sejak awal, benteng ini berfungsi sebagai benteng pertahanan untuk melindungi kerajaan dari serangan musuh. Lokasinya yang strategis di tepi pantai menjadikan benteng ini sangat penting dalam menjaga keamanan wilayah.

Peranan dalam Sejarah Aceh

  • Masa Kerajaan Aceh Darussalam: Pada masa Kerajaan Aceh Darussalam, benteng ini tetap digunakan sebagai pusat pertahanan. Di bawah kepemimpinan Sultan Iskandar Muda, benteng ini menjadi salah satu basis pertahanan yang kuat dalam menghadapi serangan Portugis dan Belanda.
  • Laksamana Malahayati: Tokoh legendaris Aceh, Laksamana Malahayati, pernah memimpin pasukan perang dari benteng ini. Beliau dikenal sebagai pahlawan laut yang tangguh dan berhasil mengusir penjajah dari perairan Aceh.
  • Peralihan Agama: Benteng Indra Patra menjadi saksi bisu peralihan agama di Aceh dari Hindu-Buddha ke Islam. Meskipun dibangun pada masa Hindu, benteng ini tetap digunakan oleh kerajaan-kerajaan Islam berikutnya.

Arsitektur dan Karakteristik

  • Benteng Utama: Benteng utama merupakan bagian yang paling besar dan kokoh. Dinding benteng terbuat dari batu bata dan memiliki ketebalan yang cukup tebal.
  • Peninggalan Arkeologi: Di sekitar benteng, sering ditemukan berbagai artefak seperti pecahan keramik, perhiasan, dan alat-alat rumah tangga. Temuan-temuan ini memberikan petunjuk tentang kehidupan masyarakat pada masa lalu.
  • Pengaruh Budaya: Arsitektur benteng ini menunjukkan pengaruh budaya India dan pengaruh lokal. Kombinasi kedua budaya ini menghasilkan gaya arsitektur yang unik dan khas Aceh.
  • Salah satu keunikan yang dimiliki benteng ini terletak pada susunan konstruksinya yang kokoh. Kekokohan benteng ini terbentuk oleh struktur penyusunnya yang terbuat dari bongkahan batu gunung yang saling merekat kuat satu sama lain. Rahasianya terletak pada adonan yang merekatkan bongkahan-bongkahan batu gunung tersebut.

    Adonan tersebut dibuat dari campuran kapur, tumbukan kulit kerang, tanah liat, dan putih telur. Penggunaan putih telur sebagai perekat bangunan seperti ini juga dapat kita temukan di beberapa bangunan kuno lain di Nusantara seperti candi borobudur dan prambanan

  • Pakar arkeologi Repelita Wahyu Oetomo, dari Balai Arkeologi Medan, dalam makalahnya yang berjudul Lamuri Telah Islam Sebelum Pasai mengungkapkan bahwa secara arsitektur, beberapa bagian benteng memang masih memiliki motif bangunan berciri Pra-Islam. Hal ini terlihat antara lain pada dua sumur di area benteng utama yang berbentuk menyerupai stupa. Dalam aspek fungsionalitas, benteng ini mengalami perkembangan sehingga masih dipergunakan hingga masa Sultan Iskandar Muda dari Kesultanan Aceh.

    Semasa Kesultanan Aceh, benteng ini berperan besar sebagai salah satu garis pertahanan dalam menghadapi Portugis. Benteng ini direbut dari Portugis oleh Darmawangsa Tun Pangkat (Iskandar Muda). Semasa pemerintahan Sultan Iskandar Muda (1607-1636 M) benteng ini, bersama Benteng Inong Balee, Benteng Kuta Lubok, dan beberapa benteng lainnya, menjadi pusat pertahanan Aceh terutama dalam menghadang serangan dari arah laut. Posisi benteng yang berhadapan dengan Benteng Inong Balee di seberang timur Teluk Krueng Raya berperan strategis dalam mencegah armada Portugis memasuki Aceh melalui teluk ini. 

Kondisi Saat Ini

  • Situs Wisata: Saat ini, Benteng Indra Patra telah menjadi salah satu destinasi wisata sejarah yang populer di Aceh. Pengunjung dapat melihat langsung kemegahan benteng dan mempelajari sejarahnya.
  • Upaya Pelestarian: Pemerintah daerah dan berbagai pihak terkait terus berupaya untuk melestarikan benteng ini agar tetap terjaga keasliannya dan dapat dinikmati oleh generasi mendatang.

Kesimpulan Benteng Indra Patra adalah lebih dari sekadar bangunan kuno. Ia adalah simbol perjuangan dan kejayaan Aceh. Melalui benteng ini, kita dapat belajar tentang sejarah panjang dan kaya akan budaya Aceh.

Referensi : 

https://indonesiakaya.com/pustaka-indonesia/sepenggal-sejarah-peralihan-hindu-islam-di-aceh/

https://budaya-data.kemdikbud.go.id/cagarbudaya/objek/KB000004



Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Mengenai Saya