Senin, 22 Agustus 2022

PENTINGNYA BUDAYA POSITIF DALAM MEWUJUDKAN VISI SEKOLAH

 

Intan Nirmala Hasibuan, S.Si., M. Pd

CGP Recognisi

Guru SMP Negeri 3 Banda Aceh


Mempelajari Modul Budaya Positif, memberikan pengalaman, pemahaman dan pengetahuan tentang bagaimana mewujudkan Visi Sekolah yang berpihak pada murid. Ki hajar Dewantara dalam sebuah tulisannya telah menuliskan “…kita ambil contoh perbandingannya dengan hidup tumbuh-tumbuhan seorang petani (dalam hakikatnya sama kewajibannya dengan seorang pendidik) yang menanam padi misalnya, hanya dapat menuntun tumbuhnya padi, ia dapat memperbaiki kondisi tanah, memelihara tanaman padi, memberi pupuk dan air, membasmi ulat-ulat atau jamur-jamur yang mengganggu hidup tanaman padi dan lain sebagainya.” (Lampiran 1. Dasar-Dasar Pendidikan. Keluarga, Th. I No.1,2,3,4., Nov, Des 1936., Jan, Febr. 1937).

Berdasarkan tulisan beliau ini saya semakin memahami bagaimana peran sekolah dan guru sebagai penyelenggara pendidikan. Sekolah dan guru di analogikan sebagai lahan persemaian dan petani, sedangkan murid dianalogikan sebagai benih padi. Dalam hal ini sekolah sebagai sebuah institusi dan guru hendaknya mampu menuntun segala kekuatan kodrat yang ada pada murid agar mereka mendapatkan keselamatan dan kebahagiaan yang setingi-tingginya baik sebagai manusia maupun anggota masyarakat. Salah satu upaya yang harus dilakukan dalam menggapai visi tersebut adalah menyediakan lingkungan belajar yang positif.

Lingkungan sekolah dan kelas yang nyaman, aman, dan menyenangkan akan sangat mendukung murid mengalami dan menerima pembelajaran bermakna dan menyenangkan. Lingkungan belajar yang aman dan nyaman dapat dicapai dengan penumbuhan Budaya positif. Jadi baik untuk mendapatkan tujuan belajarnya maupun penumbuhan karakter mulia diperlukan penerapan budaya positif.  Dengan kata lain visi sekolah yaitu mewujudkan karakter Profil Pelajar Pancasila dapat dicapai melalui penerapan budaya positif

Penerapan disiplin positif di sekolah merupakan salah satu strategi yang dapat dilakukan untuk menumbuhkan budaya positif. Kata disiplin sebenarnya bukanlah kata baru dalam lingkup sekolah. Arti kata disiplin sebenarnya adalah” belajar”. Jadi makna disiplin adalah bagaimana seorang manusia belajar untuk dapat mengontrol dirinya agar dapat mencapai suatu tujuan mulia. Tujuan mulia yang mengacu pada nilai-nilai atau prinsip-prinsip mulia yaitu nilai-nilai kebajikan universal.

Memiliki murid yang berdisiplin adalah impian setiap guru dan orang tua, dan guru telah berupaya untuk mendisiplinkan murid mereka. Yang menjadi pertanyaan adalah apakah upaya pendisiplinan yang kita lakukan di sekolah sudah berjalan efektif dan memberikan kemanfaatan berupa kondisi yang aman nyaman bagi seluruh warga sekolah.

Kita ketahui bersama sebagian besar guru memilih pemberian hukuman dan penghargaan atau hadiah menjadi salah satu cara untuk mendisiplinkan murid. Agar murid rajin dan mematuhi perintah guru, hadiah dan pujian dijadikan cara untuk membujuk murid. Siapa yang tidak suka mendapat hadiah atau pujian. Padahal sebenarnya kita ketahui pemberian hukuman itu ternyata memberi efek negatif dan berdampak jangka panjang bagi murid. Pemberian hukuman dan hadiah sebenarnya merupakan praktik pendisiplinan yang berakibat ketaatan jangka pendek pada murid. Dari modul ini kita belajar bahwa ternyata motivasi murid untuk berdisiplin sebaiknya muncul dari dalam diri murid yang dikenal dengan motivasi intrinsik. Memunculkan perilaku karena menghargai diri sendiri yang akan membantu murid dalam kehidupannya pada masa depan.

Praktik pendisiplinan lainnya dalam menyelesaikan permasalahan seputar disiplin dari warga sekolah adalah dengan metode restitusi. Metode ini memiliki kemanfaatan yaitu untuk menimbukan pengendalian diri dan ketaatan jangka panjang bagi murid. Mengapa restitusi dianggap tepat dalam menyelesaikan permasalahan yang dihadapi murid dengan sekolah, guru bahkan antara sesama murid? Restitusi mengajak kita untuk menerapkan praktik disiplin dengan kembali mengingat 5 kebutuhan dasar hidup manusia.

Kita sadari bersama bahwa seluruh tindakan manusia memiliki tujuan tertentu. Semua yang kita lakukan adalah usaha terbaik kita untuk mendapatkan apa yang kita inginkan. Ketika kita mendapatkan apa yang kita inginkan, sebetulnya saat itu kita sedang memenuhi satu atau lebih dari satu kebutuhan dasar kita, yaitu kebutuhan untuk bertahan hidup, kasih sayang dan rasa diterima, kebebasan, kesenangan, dan penguasaan. Jadi, perlu diingatkan bahwa ketika seorang murid melakukan suatu perbuatan yang bertentangan dengan nilai-nilai kebajikan, atau melanggar peraturan, hal itu sebenarnya dikarenakan mereka gagal memenuhi kebutuhan dasar mereka.

Agar restitusi dapat diterapkan maka diperlukan 2 hal yang harus di lakukan oleh guru /sekolah yaitu adanya keyakinan kelas dan pemahaman guru tentang 5 posisi kontrol diri. Selama ini sekolah telah memiliki peraturan-peraturan demi terjadinya disiplin, namun saat dijalankan peraturan-peraturan ini masih sering di langgar oleh warga sekolah sehingga tidak efektif. Salah satu metode agar disiplin berjalan adalah merubah peraturan-peraturan dan beralih kepada keyakinan kelas. Keyakinan sekolah/kelas dapat menjadi landasan dalam memecahkan konflik atau permasalahan di dalam sebuah sekolah/kelas. Pentingnya memilih dan menentukan nilai-nilai kebajikan yang akan diyakini dan disepakati sebagai keyakinan kelas seluruh warga sekolah adalah sebuah keharusan, agar kelak tercipta sebuah budaya positif yang akan mendukung tercapainya Visi Sekolah.

Sebenarnya selama ini, beberapa upaya penumbuhan budaya positif sudah berjalan di kelas maupun di sekolah CGP. Budaya positif yang sudah berjalan antara lain adalah menanamkan kebajikan-kebajikan universal dan penumbuhan motivasi kepada warga sekolah. Namun upaya menanamkan nilai kebajikan masih berupa aturan-aturan yang dirasakan mengekang seluruh warga sekolah. Harus ada upaya agar aturan-aturan dapat digantikan dengan keyakinan kelas/sekolah yang sifatnya adalah hasil kesepakatan warga sekolah.

Setelah mempelajari modul Budaya Positif ini saya menyadari bagaimana pentingnya penumbuhan budaya positif bagi semua warga sekolah. Refleksi yang saya lakukan setelah puluhan tahun mengajar mengantar saya pada kenyataan bahwa selama ini saya belum sepenuhnya berperan dalam penumbuhan budaya positif baik di kelas maupun disekolah.  Walaupun rasa kecewa pada diri ini muncul namun terselip pula rasa syukur saat menyadari bahwa saya masih diberi kesempatan untuk menjadi pendidik yang berperan dalam penumbuhan budaya positif di sekolah. Kesempatan mempelajari dan mengimplementasikan modul budaya positif ini saya yakini dapat membawa perubahan sekaligus memperbaiki proses pembelajaran baik di kelas maupun disekolah dimasa yang akan datang.

Penumbuhan motivasi bagi warga sekolah juga belum berjalan semestinya. Penumbuhan motivasi yang terjadi masih berorientasi pada motivasi eksternal yang berorientasi pada pemberian penghargaan dan hukuman. Padahal idealnya motivasi yang harus ditumbuhkan dalam diri warga sekolah adalah motivasi intrinsik. Saya akui ada pertanyaan besar dalam diri saya mengapa motivasi berupa pemberian penghargaan pada murid juga dianggap kurang ideal, selama ini saya merasakan murid bahagia saat kita memberikan reward atau pujian pada mereka. Bukankah ini akan menbawa perasaan senang dan bahagia pada mereka? Walaupun saya telah belajar bahwa salah satu kekurangan pemberian penghargaan adalah murid akan terus berharap, dan saat guru belum mengapresiasi maka akan timbul perasaan yang tidak menyenangkan dalam diri murid. Namun sekarang saya akan berupaya mengupayakan penumbuhan motivasi internal dari murid saya.

Pembelajaran lainnya dari modul budaya positif ini yang sangat menarik adalah tantang posisi kontrol diri seorang guru. Kita melihat bahwa fenomena yang terjadi di banyak sekolah peran posisi guru adalah sebagai penghukum, pembuat rasa bersalah serta pemantau. Ini menjadi pembelajaran terpenting bagi saya karena ke tiga posisi tersebut ternyata memiliki efek negatif yang lebih besar dibanding dengan efek positifnya. Saya pribadi sebenarnya sangat sering memposisikan diri sebagai teman, namun di modul ini saya belajar bahwa posisi manajerlah yang paling diharapkan dari seorang guru. Memilih posisi kontrol diri yang tepat, ideal, menerapkan pemecahan masalah menggunakan langkah-langkah restitusi, serta penumbuhan motivasi intrinsik dalam diri murid belum sepenuhnya saya lakukan.

Saya menyadari membangun budaya positif di sekolah kepada murid bukanlah menjadi kewajiban satu atau dua orang guru saja. Semua guru di sekolah harus berkolaborasi untuk mencapai visi sekolah yaitu sekolah dengan lingkungan belajar yang positif. Kedepannya nanti, untuk menumbuhkan Budaya positif di kelas dan sekolah saya akan tergerak, bergerak dan menggerakkan seluruh warga sekolah untuk menerapkan budaya positif. Pengetahuan, pemahaman dan pengalaman yang saya dapatkan melalui pembelajaran di modul ini akan saya laksanakanagar dapat menjadi contoh bagi rekan -rekan di sekolah. Agar penerapan disiplin positif dari rekan-rekan guru berjalan baik maka saya akan berbagi pengetahuan dan pemahaman ini kepada mereka.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Mengenai Saya